SUKU
DANI
Papua adalah sebuah provinsi terluas
Indonesia yang terletak di bagian tengah Pulau Papua atau bagian paling timur
West New Guinea Irian Jaya. Salah satu suku yang mendiami pulau ini adalah Suku
Dani.
Suku Dani adalah dikenal sejak ratusan
tahun lalu sebagai petani yang terampil dan telah menggunakan alat / perkakas
yang pada awal mula ditemukan diketahui telah mengenal teknologi penggunaan
kapak batu, pisau yang dibuat dari tulang binatang, bambu dan juga tombak yang
dibuat menggunakan kayu galian yang terkenal sangat kuat dan berat.
a.
Sejarah Suku Dani
Nama Dani sendiri
sebenarnya bermakna orang asing, yaitu berasal dari kata Ndani, tapi karena ada
perubahan fenom N hilang dan menjadi Dani saja. Suku Dani sendiri sebenarnya
lebih senang disebut suku Parim. Suku ini sangat menghormati nenek moyangnya
dengan penghormatan mereka biasanya dilakukan melalui upacara pesta babi. Menurut
mitologi suku Dani berasal dari keuturunan sepasang suami istri yang menghuni
suatu danau di sekitar kampung Maina di Lembah Baliem Selatan. Mereka mempunyai
anak bernama Woita dan Waro.
b.
Kondisi Geografis
Kondisi geografis
dari tempat tinggal Suku Dani ini sendiri seperti halnya daerah pegunungan
tengah di Papua, terdiri dari gunung-gunung tinggi dan sebagian puncaknya
bersalju dan lembah-lembah yang luas. Kontur tanahnya sendiri terdiri dari
tanah berkapur dan granit dan disekitar lembah yang merupakan perpaduan dari
tanah berlumpur yang mengendap dengan tanah liat dan lempung. Daerahnya sendiri
beriklim tropis basah karena dipengaruhi oleh letak ketinggian dari permukaan
laut, temperatur udara bervariasi antara 80-200Celcius.
c.
Bahasa
Untuk bahasa
sendiri, suku Dani memiliki 3 sub bahasa ibu secara keseluruhan, dan ketiganya
termasuk bahasa-bahasa kuno yang kemudian seiring perjalanan waktu, ketiga sub
bahasa ibu ini pun memecah menjadi berbagai varian yang dikenal sekarang ini di
Papua. Sub bahasa ibu itu adalah:
v Sub
keluarga Wano, merupakan bahasa yang digunakan
oleh Sub keluarga Dani Pusat yang terdri ataslogat Dani Barat dan logat lembah
Besar Dugawa
v Sub
keluarga Nggalik – Dugawa
d.
Sistem Religi
Sistem Religi /
Kepercayaan Dasar religi masyarakat Dani adalah menghormati roh nenek moyang
dan juga diselenggarakannya upacara yang dipusatkan pada pesta babi. Konsep
kepercayaan / keagamaan yang terpenting adalah “Atou”, yaitu kekuatan sakti
para nenek moyang yang diturunkan secara patrilineal (diturunkan kepada anak
laki-laki). Kekuasaan sakti ini antara lain :
·
Kekuatan
menjaga kebun
·
Kekuatan
menyembuhkan penyakit dan menolak bala
·
Kekuatan
menyuburkan tanah Untuk menghormati nenek moyangnya, suku Dani membuat lambang
nenek moyang yang disebut “Kaneka”. Selain itu juga adanya Kaneka Hagasir yaitu
upacara keagamaan untuk menyejahterakan keluarga masyarakat serta untuk
mengawali dan mengakhiri perang.
e.
Sistem Kekerabatan
Masyarakat Dani
tidak mengenal konsep keluarga batih, di mana bapak, ibu, dan anak tinggal
dalam satu rumah. Mereka adalah masyarakat komunal. Maka jika rumah dipandang
sebagai suatu kesatuan fisik yang menampung aktivitas-aktivitas pribadi para
penghuninya, dalam masyarakat Dani unit rumah tersebut adalah “sili”.
Sistem
Kekerabatan Sistem kekerabatan masyarakat Dani ada tiga yaitu :
v Kelompok kekerabatan yang terkecil, yaitu dalam masyarakat suku Dani
dikrnal keluarga luas. Keluarga luas ini
terdiri atas tiga atau dua keluarga inti bersama – sama menghuni suatu kompleks
perumahan yang ditutup pagar (lima).
v Paroh masyarakat, struktur masyarakat Dani merupakan
gabungan beberapa ukul (klen kecil) yang disebut ukul oak (klen besar)
v Kelompok territorial, kesatuan teritorial yang terkecil
dalam masyarakat suku bangsa Dani adalah kompleks perumahan (uma) yang dihuni
untuk kelompok keluarga luas yang patrilineal (diturunkan kepada anak
laki-laki).
f.
Pernikahan
Pernikahan orang
Dani bersifat poligami diantaranya poligini. Keluarga batih ini tinggal di satu
– satuan tempat tinggal yang disebut slimo. Sebuah desa Dani terdiri dari 3
& ndash; 4 slimo yang dihuni 8 & ndash; 10 keluarga. Orang Dani
dilarang menikah dengan kerabat suku Moety sehingga perkawinannya berprinsip
eksogami Moety (perkawinan Moety / dengan orang di luar Moety).
g.
Kesenian
Kesenian dan
Kerajinan Kesenian masyarakat suku Dani dapat dilihat dari cara membangun
tempat kediaman, seperti disebutkan di atas dalam satu slimo ada beberapa
bangunan, seperti : Honai, Ebeai, dan Wamai.
Selain membangun
tempat tinggal, masyarakat Dani mempunyai seni kerajinan khas, anyaman kantong
jaring penutup kepala dan pegikat kapak. Orang Dani juga memiliki berbagai
peralatan yang terbuat dari bata, peralatan tersebut antara lain :
Moliage, Valuk, Sege, Wim, Kurok, dan Panah sege.
h.
Pendidikan
Sebagaimana suku
– suku pedalaman Papua seperti halnya suku Dani umumnya tingkat pendidikan
(formal) rendah dan kesadaran untuk menimba ilmunya juga masih kurang. Namun,
sejak masa reformasi beberapa belas tahun silam suku Dani sudah banyak yang
menuntut ilmu ke luar daerahnya. Salah satunya adalah Meri Tabuni.
i.
Sistem Politik
Sistem Politik
dan Kemasyarakatan Masyarakat Dani senantiasa hidup berdampingan dan saling
tolong menolong, kehidupan masyarakat Dani memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
v Masyarakat Dani memiliki kerjasama
yang bersifat tetap dan selalu bergotong royong
v Setiap rencana pendirian rumah
selalu didahului dengan musyawarah yang dipimpin oleh seorang penata adat atau
kepala suku
v Organisasi kemasyarakat pada suku
Dani ditentukan berdasarkan hubungan keluarga dan keturunan dan berdasarkan
kesatuan teritorial.
Suku Dani
dipimpin oleh seorang kepala suku besar yaitu disebut Ap Kain (berarti kuat,
pandai, dan terhormat) yang memimpin desa adat watlangka, selain itu ada juga 3
kepala suku yang posisinya berada di bawah Ap Kain yaitu : Ap. Menteg, Ap.
Horeg, dan Ap Ubaik Silimo biasa yang dihuni oleh masyatakat biasa dikepalai
oleh Ap. Waregma.
Pemimpin federasi
berwenang untuk memberi tanda dimulainya perang atau pesta lain. Pertempuran
dipimpin untuk para win metek. Syarat menjadi pemimpin masyarakat Dani :
Pandai bercocok tanam, bersifat ramah dan murah hati, pandai berburu, memiliki
kekuatan fisik dan keberanian, pandai berdiplomasi, dan pandai berperang.
j.
Mata Pencaharian
Mata pencaharian
pokok suku bangsa Dani adalah bercocok tanam dan beternak babi. Umbi manis
merupakan jenis tanaman yang diutamakan untuk dibudidayakan, artinya mata
pencaharian umumnya mereka adalah berkebun. Tanaman-tanaman mereka yang lain
adalah pisang, tebu, dan tembakau.
Kebun-kebun
tersebut biasanya dikuasai oleh sekelompok atau beberapa kelompok kerabat.
Batas-batas hak ulayat dari tiap-tiap kerabat ini adalah sungai, gunung, atau
jurang. Dalam mengerjakan kebun, masyarakat suku Dani masih menggunakan
peralatan sederhana seperti tongkat kayu berbentuk linggis dan kapak batu.
Suku Dani
melakukan kontak dagang dengan kelompok masyarakat terdekat di sekitarnya.
Barang-barang yang diperdagangkan adalah batu untuk membuat kapak, dan hasil
hutan seperti kayu, serat, kulit binatang, dan bulu burung.
k.
Rumah Adat
Honai, rumah adat
suku Dani. Bentuknya bulat, berdinding kayu dan beratap jerami.Bentuk Honai
yang bulat tersebut dirancang untuk menghindari cuaca dingin ataupun karena
tiupan angin yang kencang sehingga rumah yang sederhana ini dapat bertahan
bertahun-tahun lamanya. Namun, ada pula rumah yang bentuknya persegi panjang.
Rumah jenis ini namanya Ebe’ai (Honai Perempuan).
Perbedaan antara
Honai dan Ebe’ai terletak pada jenis kelamin penghuninya. Honai dihuni oleh
laki-laki, sedangkan Ebe’ai (Honai Perempuan) dihuni oleh perempuan. Komplek
Honai ini tersebar hampir di seluruh pelosok Lembah Baliem yang luasnya 1.200
km2. Baik itu dekat jalan besar (dan satu-satunya yang membelah lembah itu),
hingga di puncak-puncak bukit, di kedalaman lembah, juga di bawah naungan
tebing raksasa.
Rumah berbentuk
bulat itu begitu kecil sehingga kita tak bisa berdiri di dalamnya. Jarak dari
permukaan rumah sampai langit-langit hanya sekitar 1 meter. Di dalamnya ada 1
perapian yang terletak persis di tengah. Tak ada perabotan seperti kasur,
lemari, ataupun cermin. Begitu sederhana namun bersahaja.
Atap jerami dan dinding
kayu rumah Honai ternyata membawa hawa sejuk ke dalam Honai. Jika udara dirasa
sudah terlalu dingin, seisi rumah akan dihangatkan oleh asap dari perapian.
Bagi suku Dani, asap dari kayu sudah tak aneh lagi dihisap dalam waktu lama.
Selama pintu masih terbuka (dan memang tak ada tutupnya), oksigen masih
mengalir kencang.
Selain jadi
tempat tinggal, Honai juga multifungsi. Ada Honai khusus untuk menyimpan
umbi-umbian dan hasil ladang, semacam lumbung untuk menyimpan padi. Ada pula
yang khusus untuk pengasapan mumi. Fungsi yang disebut terakhir itu bisa
ditemukan di Desa Kerulu dan Desa Aikima, tempat 2 mumi paling terkenal di
Lembah Baliem.
l.
Tradisi Potong Jari
Cara Suku Dani
menunjukkan kesedihan dan rasa duka cita lantaran kehilangn anggota keluarga
yang meninggal dunia, yaitu tidak hanya menangis tetapi dengan “memotong jari
mereka”. Bila ada anggota keluarga atau kerabat dekat yang meninggal dunia
seperti suami, istri, ayah, ibu, anak dan adik, Suku Dani diwajibkan memotong
jari mereka. Mereka beranggapan bahwa memotong jari adalah symbol dari sakit
dan pedihnya seseorang yang kehilangan anggota keluarganya. Pemotongan jari
juga dapat diartikan sebagai upaya untuk mencegah ‘terulang kembali’ malapetaka
yangg telah merenggut nyawa seseorang di dalam keluarga yg berduka.
v Alasan
Suku Dani memotong
Bagi Suku
Dani, jari bisa diartikan sebagai symbol kerukunan, kebersatuan dan kekuatan
dalam diri manusia maupun sebuah keluarga. Walaupun dalam penamaan jari yang
ada ditangan manusia hanya menyebutkan satu perwakilan keluarga yaitu Ibu jari.
Akan tetapi jika dicermati perbedaan setiap bentuk dan panjang jari memiliki
sebuah kesatuan dan kekuatan kebersamaan untuk meringankan semua beban
pekerjaan manusia. Jari saling bekerjasama membangun sebuah kekuatan sehingga
tangan kita bisa berfungsi dengan sempurna. Kehilangan salah satu ruasnya saja,
bisa mengakibatkan tidak maksimalnya tangan kita bekerja. Jadi jika salah satu
bagiannya menghilang, maka hilanglah komponen kebersamaan dan berkuranglah
kekuatan. Alasan lainya adalah “Wene opakima dapulik welaikarek mekehasik” atau
pedoman dasar hidup bersama dalam satu keluarga, satu marga, satu honai
(rumah), satu suku, satu leluhur, satu bahasa, satu sejarah dan sebagainya.
Tradisi
Potong Jari di Papua sendiri dilakukan dengan berbagai banyak cara, mulai dari
menggunakan benda tajam seperti pisau, kapak atau parang. Ada juga yang
melakukannya dengan menggigit ruas jarinya hingga putus, mengikatnya dengan
seutas tali sehingga aliran darahnya terhenti dan ruas jari menjadi mati
kemudian baru dilakukan pemotongan jari.
Selain
tradisi pemotongan jari, di Papua juga ada tradisi yang dilakukan dalam upacara
berkabung. Tradisi tersebut adalah tradisi mandi lumpur. Mandi lumpur mempunyai
arti bahwa setiap orang yang meninggal dunia telah kembali ke alam. Manusia
berawal dari tanah dan kembali ke tanah.
Beberapa
sumber ada yang mengatakan Tradisi potong jari pada saat ini sudah hampir
ditinggalkan. karena adanya pengaruh agama yang mulai berkembang di sekitar daerah
pegunungan tengah Papua. Namun kita masih bisa menemukan banyak sisa lelaki dan
wanita tua dengan jari yang telah terpotong karena