Rabu, 27 Januari 2016

IPS (Mengenal Suku Bangsa Indonesia)


SUKU DANI

          Papua adalah sebuah provinsi terluas Indonesia yang terletak di bagian tengah Pulau Papua atau bagian paling timur West New Guinea Irian Jaya. Salah satu suku yang mendiami pulau ini adalah Suku Dani.
            Suku Dani adalah dikenal sejak ratusan tahun lalu sebagai petani yang terampil dan telah menggunakan alat / perkakas yang pada awal mula ditemukan diketahui telah mengenal teknologi penggunaan kapak batu, pisau yang dibuat dari tulang binatang, bambu dan juga tombak yang dibuat menggunakan kayu galian yang terkenal sangat kuat dan berat.

a.      Sejarah Suku Dani
      Nama Dani sendiri sebenarnya bermakna orang asing, yaitu berasal dari kata Ndani, tapi karena ada perubahan fenom N hilang dan menjadi Dani saja. Suku Dani sendiri sebenarnya lebih senang disebut suku Parim. Suku ini sangat menghormati nenek moyangnya dengan penghormatan mereka biasanya dilakukan melalui upacara pesta babi. Menurut mitologi suku Dani berasal dari keuturunan sepasang suami istri yang menghuni suatu danau di sekitar kampung Maina di Lembah Baliem Selatan. Mereka mempunyai anak bernama Woita dan Waro.

b.      Kondisi Geografis
      Kondisi geografis dari tempat tinggal Suku Dani ini sendiri seperti halnya daerah pegunungan tengah di Papua, terdiri dari gunung-gunung tinggi dan sebagian puncaknya bersalju dan lembah-lembah yang luas. Kontur tanahnya sendiri terdiri dari tanah berkapur dan granit dan disekitar lembah yang merupakan perpaduan dari tanah berlumpur yang mengendap dengan tanah liat dan lempung. Daerahnya sendiri beriklim tropis basah karena dipengaruhi oleh letak ketinggian dari permukaan laut, temperatur udara bervariasi antara 80-200Celcius.
c.       Bahasa
      Untuk bahasa sendiri, suku Dani memiliki 3 sub bahasa ibu secara keseluruhan, dan ketiganya termasuk bahasa-bahasa kuno yang kemudian seiring perjalanan waktu, ketiga sub bahasa ibu ini pun memecah menjadi berbagai varian yang dikenal sekarang ini di Papua. Sub bahasa ibu itu adalah:
v  Sub keluarga Wano, merupakan bahasa yang digunakan oleh Sub keluarga Dani Pusat yang terdri ataslogat Dani Barat dan logat lembah Besar Dugawa
v  Sub keluarga Nggalik – Dugawa
d.      Sistem Religi
      Sistem Religi / Kepercayaan Dasar religi masyarakat Dani adalah menghormati roh nenek moyang dan juga diselenggarakannya upacara yang dipusatkan pada pesta babi. Konsep kepercayaan / keagamaan yang terpenting adalah “Atou”, yaitu kekuatan sakti para nenek moyang yang diturunkan secara patrilineal (diturunkan kepada anak laki-laki). Kekuasaan sakti ini antara lain :
·         Kekuatan menjaga kebun
·         Kekuatan menyembuhkan penyakit dan menolak bala
·         Kekuatan menyuburkan tanah Untuk menghormati nenek moyangnya, suku Dani membuat lambang nenek moyang yang disebut “Kaneka”. Selain itu juga adanya Kaneka Hagasir yaitu upacara keagamaan untuk menyejahterakan keluarga masyarakat serta untuk mengawali dan mengakhiri perang.
e.       Sistem Kekerabatan

      Masyarakat Dani tidak mengenal konsep keluarga batih, di mana bapak, ibu, dan anak tinggal dalam satu rumah. Mereka adalah masyarakat komunal. Maka jika rumah dipandang sebagai suatu kesatuan fisik yang menampung aktivitas-aktivitas pribadi para penghuninya, dalam masyarakat Dani unit rumah tersebut adalah “sili”.
      Sistem Kekerabatan Sistem kekerabatan masyarakat Dani ada tiga yaitu :
v  Kelompok kekerabatan yang terkecil, yaitu dalam masyarakat suku Dani dikrnal  keluarga luas. Keluarga luas ini terdiri atas tiga atau dua keluarga inti bersama – sama menghuni suatu kompleks perumahan yang ditutup pagar (lima).
v  Paroh masyarakat, struktur masyarakat Dani merupakan gabungan beberapa ukul (klen kecil) yang disebut ukul oak (klen besar)
v  Kelompok territorial, kesatuan teritorial yang terkecil dalam masyarakat suku bangsa Dani adalah kompleks perumahan (uma) yang dihuni untuk kelompok keluarga luas yang patrilineal (diturunkan kepada anak laki-laki).
f.       Pernikahan
      Pernikahan orang Dani bersifat poligami diantaranya poligini. Keluarga batih ini tinggal di satu – satuan tempat tinggal yang disebut slimo. Sebuah desa Dani terdiri dari 3 & ndash; 4 slimo yang dihuni 8 & ndash; 10 keluarga. Orang Dani dilarang menikah dengan kerabat suku Moety sehingga perkawinannya berprinsip eksogami Moety (perkawinan Moety / dengan orang di luar Moety).
g.      Kesenian
      Kesenian dan Kerajinan Kesenian masyarakat suku Dani dapat dilihat dari cara membangun tempat kediaman, seperti disebutkan di atas dalam satu slimo ada beberapa bangunan, seperti : Honai, Ebeai, dan Wamai.
      Selain membangun tempat tinggal, masyarakat Dani mempunyai seni kerajinan khas, anyaman kantong jaring penutup kepala dan pegikat kapak. Orang Dani juga memiliki berbagai peralatan yang terbuat dari bata, peralatan tersebut antara lain : Moliage, Valuk, Sege, Wim, Kurok, dan Panah sege.
h.      Pendidikan
      Sebagaimana suku – suku pedalaman Papua seperti halnya suku Dani umumnya tingkat pendidikan (formal) rendah dan kesadaran untuk menimba ilmunya juga masih kurang. Namun, sejak masa reformasi beberapa belas tahun silam suku Dani sudah banyak yang menuntut ilmu ke luar daerahnya. Salah satunya adalah Meri Tabuni.
i.        Sistem Politik
      Sistem Politik dan Kemasyarakatan Masyarakat Dani senantiasa hidup berdampingan dan saling tolong menolong, kehidupan masyarakat Dani memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
v  Masyarakat Dani memiliki kerjasama yang bersifat tetap dan selalu bergotong royong
v  Setiap rencana pendirian rumah selalu didahului dengan musyawarah yang dipimpin oleh seorang penata adat atau kepala suku
v  Organisasi kemasyarakat pada suku Dani ditentukan berdasarkan hubungan keluarga dan keturunan dan berdasarkan kesatuan teritorial.
      Suku Dani dipimpin oleh seorang kepala suku besar yaitu disebut Ap Kain (berarti kuat, pandai, dan terhormat) yang memimpin desa adat watlangka, selain itu ada juga 3 kepala suku yang posisinya berada di bawah Ap Kain yaitu : Ap. Menteg, Ap. Horeg, dan Ap Ubaik Silimo biasa yang dihuni oleh masyatakat biasa dikepalai oleh Ap. Waregma.
      Pemimpin federasi berwenang untuk memberi tanda dimulainya perang atau pesta lain. Pertempuran dipimpin untuk para win metek. Syarat menjadi pemimpin masyarakat Dani : Pandai bercocok tanam, bersifat ramah dan murah hati, pandai berburu, memiliki kekuatan fisik dan keberanian, pandai berdiplomasi, dan pandai berperang.
j.        Mata Pencaharian
      Mata pencaharian pokok suku bangsa Dani adalah bercocok tanam dan beternak babi. Umbi manis merupakan jenis tanaman yang diutamakan untuk dibudidayakan, artinya mata pencaharian umumnya mereka adalah berkebun. Tanaman-tanaman mereka yang lain adalah pisang, tebu, dan tembakau.
      Kebun-kebun tersebut biasanya dikuasai oleh sekelompok atau beberapa kelompok kerabat. Batas-batas hak ulayat dari tiap-tiap kerabat ini adalah sungai, gunung, atau jurang. Dalam mengerjakan kebun, masyarakat suku Dani masih menggunakan peralatan sederhana seperti tongkat kayu berbentuk linggis dan kapak batu.
      Suku Dani melakukan kontak dagang dengan kelompok masyarakat terdekat di sekitarnya. Barang-barang yang diperdagangkan adalah batu untuk membuat kapak, dan hasil hutan seperti kayu, serat, kulit binatang, dan bulu burung.
k.      Rumah Adat

      Honai, rumah adat suku Dani. Bentuknya bulat, berdinding kayu dan beratap jerami.Bentuk Honai yang bulat tersebut dirancang untuk menghindari cuaca dingin ataupun karena tiupan angin yang kencang sehingga rumah yang sederhana ini dapat bertahan bertahun-tahun lamanya. Namun, ada pula rumah yang bentuknya persegi panjang. Rumah jenis ini namanya Ebe’ai (Honai Perempuan).
      Perbedaan antara Honai dan Ebe’ai terletak pada jenis kelamin penghuninya. Honai dihuni oleh laki-laki, sedangkan Ebe’ai (Honai Perempuan) dihuni oleh perempuan. Komplek Honai ini tersebar hampir di seluruh pelosok Lembah Baliem yang luasnya 1.200 km2. Baik itu dekat jalan besar (dan satu-satunya yang membelah lembah itu), hingga di puncak-puncak bukit, di kedalaman lembah, juga di bawah naungan tebing raksasa.
      Rumah berbentuk bulat itu begitu kecil sehingga kita tak bisa berdiri di dalamnya. Jarak dari permukaan rumah sampai langit-langit hanya sekitar 1 meter. Di dalamnya ada 1 perapian yang terletak persis di tengah. Tak ada perabotan seperti kasur, lemari, ataupun cermin. Begitu sederhana namun bersahaja.
      Atap jerami dan dinding kayu rumah Honai ternyata membawa hawa sejuk ke dalam Honai. Jika udara dirasa sudah terlalu dingin, seisi rumah akan dihangatkan oleh asap dari perapian. Bagi suku Dani, asap dari kayu sudah tak aneh lagi dihisap dalam waktu lama. Selama pintu masih terbuka (dan memang tak ada tutupnya), oksigen masih mengalir kencang.
      Selain jadi tempat tinggal, Honai juga multifungsi. Ada Honai khusus untuk menyimpan umbi-umbian dan hasil ladang, semacam lumbung untuk menyimpan padi. Ada pula yang khusus untuk pengasapan mumi. Fungsi yang disebut terakhir itu bisa ditemukan di Desa Kerulu dan Desa Aikima, tempat 2 mumi paling terkenal di Lembah Baliem.
l.        Tradisi Potong Jari
      Cara Suku Dani menunjukkan kesedihan dan rasa duka cita lantaran kehilangn anggota keluarga yang meninggal dunia, yaitu tidak hanya menangis tetapi dengan “memotong jari mereka”. Bila ada anggota keluarga atau kerabat dekat yang meninggal dunia seperti suami, istri, ayah, ibu, anak dan adik, Suku Dani diwajibkan memotong jari mereka. Mereka beranggapan bahwa memotong jari adalah symbol dari sakit dan pedihnya seseorang yang kehilangan anggota keluarganya. Pemotongan jari juga dapat diartikan sebagai upaya untuk mencegah ‘terulang kembali’ malapetaka yangg telah merenggut nyawa seseorang di dalam keluarga yg berduka.
v  Alasan Suku Dani memotong
           Bagi Suku Dani, jari bisa diartikan sebagai symbol kerukunan, kebersatuan dan kekuatan dalam diri manusia maupun sebuah keluarga. Walaupun dalam penamaan jari yang ada ditangan manusia hanya menyebutkan satu perwakilan keluarga yaitu Ibu jari. Akan tetapi jika dicermati perbedaan setiap bentuk dan panjang jari memiliki sebuah kesatuan dan kekuatan kebersamaan untuk meringankan semua beban pekerjaan manusia. Jari saling bekerjasama membangun sebuah kekuatan sehingga tangan kita bisa berfungsi dengan sempurna. Kehilangan salah satu ruasnya saja, bisa mengakibatkan tidak maksimalnya tangan kita bekerja. Jadi jika salah satu bagiannya menghilang, maka hilanglah komponen kebersamaan dan berkuranglah kekuatan. Alasan lainya adalah “Wene opakima dapulik welaikarek mekehasik” atau pedoman dasar hidup bersama dalam satu keluarga, satu marga, satu honai (rumah), satu suku, satu leluhur, satu bahasa, satu sejarah dan sebagainya.
           Tradisi Potong Jari di Papua sendiri dilakukan dengan berbagai banyak cara, mulai dari menggunakan benda tajam seperti pisau, kapak atau parang. Ada juga yang melakukannya dengan menggigit ruas jarinya hingga putus, mengikatnya dengan seutas tali sehingga aliran darahnya terhenti dan ruas jari menjadi mati kemudian baru dilakukan pemotongan jari.
           Selain tradisi pemotongan jari, di Papua juga ada tradisi yang dilakukan dalam upacara berkabung. Tradisi tersebut adalah tradisi mandi lumpur. Mandi lumpur mempunyai arti bahwa setiap orang yang meninggal dunia telah kembali ke alam. Manusia berawal dari tanah dan kembali ke tanah.
           Beberapa sumber ada yang mengatakan Tradisi potong jari pada saat ini sudah hampir ditinggalkan. karena adanya pengaruh agama yang mulai berkembang di sekitar daerah pegunungan tengah Papua. Namun kita masih bisa menemukan banyak sisa lelaki dan wanita tua dengan jari yang telah terpotong karena